Sejarah Bank BTN

Sejarah Bank BTN

Bank Tabungan Negara (BTN) sepanjang perjalanannya dalam mengukir sejarah dengan segala prestasi yang dimilikinya telah membuktikan perannya dalam menghubungkan kegemaran masyarakat Indonesia untuk menabung. Dengan semua usahanya maka BTN telah mengambil peran dalam usaha pembangunan di segala bidang di seluruh tanah air tercinta, INDONESIA. Perjalanan panjang yang pada akhirnya membawa misi yang harus diemban, yaitu sebagai bank penyedia dana untuk tumbuhnya pembangunan perumahan nasional dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah membawa BTN sebagai bank satu-satunya yang besar melalui tugas mulia itu.

Sejarah telah mencatat bahwa tumbuhnya bank-bank pemerintah di Indonesia ini tidak terlepas dari masa perjuangan negara Indonesia dalam melepaskan diri dari penjajahan. Dua masa penjajahan yang masih sangat jelas kita ingat adalah masa penjajahan Belanda dan Jepang. BTN sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dari bank milik pemerintah pun tidak lepas dari masa perjuangan itu.

Patut dicatat bahwa perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan tidak terlepas pula dari perjuangan dalam memenuhi kebutuhan hidup bangsa ini. Untuk terselenggaranya kebutuhan hidup manusia yang memadai, maka sangatlah diperlukan adanya suatu stabilitas kondisi keamanan itu sendiri disamping keberadaan tingkat perekonomian yang mendukung masyarakat tersebut. Sudah diketahui bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya berada dalam kondisi keamanan yang tidak stabil. Dalam kondisi itu maka sangatlah wajar bila pembentukan bank atau lebih dikenal pada masa itu dengan istilah LEMBAGA KEUANGAN juga merupakan satu harapan pemerintah disamping merdeka dalam arti seluas-luasnya.


AWAL KELAHIRAN BANK BTN

BTN lahir pada masa yang cukup sulit. Lahirnya BTN juga mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam memperjuangkan keberadaanya. Perjuangan BTN telah dimulai sejak Belanda menginjakkan kakinya pertama kali di Indonesia. Puncak dari perjuangan itu adalah pada tahun 1897, dimana pada saat itu dikenal sebagai masa keramat. Para pelaku dalam pengembangan BTN pada saat itu yakin bahwa tahun itulah sebagai puncak daripada cikal bakal pendirian BTN. Hal ini didasari oleh adanya Koninklijk Besluit No. 27 di Hindia Belanda atau dalam istilah Indonesia istilah ini lebih familiar dikenal dengan nama surat keputusan yang menyatakan adanya pendirian POSTSPAARBANK.

Postpaarbank ini berkedudukan di Batavia, yang saat ini lebih dikenal masyarakat dengan nama Jakarta sebagai ibu kota Indonesia. Pendirian Pospaarbank tersebut mempunyai tujuan antara lain untuk mendidik masyarakat pada saat itu agar gemar menabung. Sekaligus melalui pendirian Postpaarbank ini mulailah diperkenalkan lembaga perbankan secara luas, meskipun tentunya sistem perbankan yang ada pada saat itu tidak sama dan jauh dari sempurna bila dibandingkan dengan sistem perbankan saat ini.

Masa penjajahan di Indonesia yang cukup lama telah membuat hampir di seluruh aspek kehidupan di Indonesia tidak mempunyai bentuk kemurnian atau keaslian hasil produk pribumi. Tidak saja dari bentuk bangunan, nama-nama jalan ataupun kantor pemerintahan saat itu pada umumnya dirubah menjadi nama atau istilah beraksen Belanda.

Postpaarbank merupakan nama pertama kali bagi BTN yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada Indonesia pada saat itu. Postpaarbank yang mempunyai tugas utama untuk mengajak masyarakat Indonesia gemar menabung dalam perjalannya tampak jelas berupaya secara sungguh-sungguh untuk mewujudkan tugas tersebut. Sebelum masuknya Postpaarbank di Indonesia, masyarakat Indonesia termasuk pada kelompok masyarakat yang tidak gemar menabung. Bahkan tradisi yang ada pada saat itu adalah adanya kebiasaan untuk menyimpan uang didalam rumah yang pada umumnya disimpan dibawah bantal. Ajakan Postpaarbank tersebut merupakan awal yang baik dalam pertumbuhan sekaligus sebagai kontrol arus uang yang beredar dalam masyarakat pada saat itu
Hingga penghujung tahun 1931 peranan Pospaarbank dalam penghimpunan dana masyarakat terus menunjukkan adanya peningkatan yang sangat baik. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya minat masyarakat pada saat itu untuk menaruh atau menyimpan uangnya di bank. Sampai dengan akhir tahun 1939, Postpaarbank telah berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp. 54 juta. Sebuah jumlah yang sangat besar pada masa itu.
Prestasi yang berhasil dicapai oleh Postpaarbank tersebut sebetulnya sejalan dengan kebijakan sitem desentralisasi yang dilaksanakan pada saat itu. Sejarah keberhasilan Postpaarbank tersebut akhirnya membawa dampak positif dengan mulai dibukanya 4 kantor cabang Postpaarbank masing-masing di Makasar (saat ini Ujung Pandang), Surabaya, Jakarta dan Medan.
Ternyata dalam perjalanannya keberhasilan Postpaarbank dalam menghimpun dana masyarakat tersebut mendapat ujian pada sekitar tahun 1940 dengan diserbunya Netherland oleh tentara Jerman. Serbuan tersebut akhirnya membawa dampak terhadap terkurasnya dana yang telah dihimpun Postpaarbank secara besar-besaran oleh para nasabahnya. Tidak kurang dari Rp. 11 juta dana yang terkuras untuk dibayarkan Postpaarbank kepada nasabah hanya dalam waktu beberapa hari saja. Namun nasib baik masih berada pada Postpaarbank karena hal itu tidak berlangsung lama.
Tahun 1941 kepercayaan masyarakat sudah mulai pulih kembali, yang ditandai dengan mulai banyaknya masyarakat yang menabung uangnya pada Postpaarbank. Berdasarkan catatan sejarah, hanya dalam waktu singkat pada tahun yang sama telah terkumpul dana yang dihimpun dari masyarakat sebesar Rp. 58,8 juta. Sejarah kemudian tidak berhasil mencatat keberhasilan Postpaarbank, karena setahun kemudian atau tahun 1942 dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, operasional Postpaarbank praktis mengalami kemandegan karena telah dibekukan.

MASA PENDUDUKAN JEPANG

Masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 telah merubah semua bentuk pemerintahan dan segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia sesuai dengan kehendak Jepang yang berhasil mengusir Belanda pada saat itu dari wilayah Indonesia. Secara resmi pada tahun itu Jepang telah mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia dan Postpaarbank yang merupakan bank karya kolonial Belanda dibekukan. Sebagai gantinya pemerintah Jepang mendirikan TYOKIN KYOKU.

Pada prinsipnya misi Tyokun Kyoku bentukan Jepang tidaklah jauh dengan maksud dan tujuan Postpaarbank produk kolonial Belanda, yaitu untuk mengajak masyarakat Indonesia gemar menabung. Namun dalam perjalanannya ternyata misi Tyokin Kyoku tidak semulus apa yang pernah dilakukan Postpaarbank dalam menghimpun dana masyarakat melalui tabungan tersebut. Tyokin Kyoku gagal dalam menjalankan misinya karena masyarakat menganggap bahwa manabung melalui Tyokin Kyoku tersebut dirasakan adanya paksaan, sehingga dengan sendirinya masyarakat enggan untuk melakukan penabungan pada saat itu. Meskipun demikian Tyokin Kyoku telah berhasil membuka cabangya di Yogyakarta pada masa itu.

Gagalnya pemerintahan Jepang dengan Tyokin Kyokunya ternyata sebagai pertanda bahwa Jepang memang tidak boleh terlalu lama tinggal di Indonesia. Namun demikian dasar-dasar kemiliteran yang telah diajarkan kepada para pemuda di Indonesia saat itu tanpa disadari justru merupakan satu keuntungan tersendiri bagi Indonesia didalam menambuah kekuatannya untuk mengusirnya dari tanah air.

Akhirnya hanya dalam waktu tidak sampai 3 tahun, Jepang diusir dari pemerintahan Indonesia yang sekaligus pada saat itu pula, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan dirinya sebagai bangsa yang merdeka. Dengan status baru ini maka seluruh tatanan pemerintahan secara bertahap mulai diadakan perubahan.

MASA KEMERDEKAAN

Dengan berakhirnya masa pendudukan Jepang di Indonesia, maka resmilah bangsa Indonesia pada saat itu sebagai bangsa yang merdeka. Setelah kemerdekaan diproklamasikan, maka Tyokin Kyoku sebagai peninggalan Jepang masa itu diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan namanya dirubah menjadi KANTOR TABUNGAN POS atau disingkat KTP. Pembentukan KTP pada saat itu diprakarsai oleh Bapak Darmosoetanto selaku Direktur pertama KTP. Dalam perjalanannya pada akhirnya KTP mempunyai peran yang sangat besar. Peran yang sangat berarti pada saat itu adalah adanya tugas KTP dalam pengerjaan penukaran uang Jepang dengan Oeang Republik Indonesia (ORI). Sejarah telah mencatat bahwa pada masa pendudukan Jepang peredaran uang yang ada saat itu ditarik dan diganti dengan uang Jepang. Maka begitu Indonesia merdeka, melalui KTP inilah uang Jepang yang masih beredar kemudian ditarik dan diganti dengan oeang Indonesia.

Dalam perkembangannya KTP pernah mendapatkan ujian pada tahun 1946 dengan adanya Agresi Militer Belanda ke Indonesia. Dengan adanya agresi ini maka KTP pada saat itu tidak dapat bekerja dengan aman. Dan dengan agresi Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1946 KTP dan kantor-kantor cabangya yang telah tersebar di Indonesia resmi diduduki oleh Belanda.

Agresi Belanda nampaknya tidak berlangsung lama, karena pada bulan Juni 1949 pemerintah Republik Indonesia membuka kembali KTP tersebut sekaligus mengganti nama KTP menjadi BANK TABUNGAN POS REPUBLIK INDONESIA. Ada maksud pemerintah pada saat itu mengganti nama KTP menjadi Bank Tabungan Pos RI. Dengan penggantian nama itu pemerintah bermaksud untuk membereskan pekerjaan-pekerjaan KTP yang kocar-kacir. Hal ini tentunya dapat dimaklumi mengingat KTP saat itu hanya berumur pendek dengan tugas yang relatif berat. KTP hanya bekerja hingga akhir tahun 1949.
Setelah masa Kantor Tabungan Pos usai di tahun 1949, selanjutnya pemerintah Indonesia hanya mengakui Bank Tabungan Pos RI sebagai lembaga tabungan. Usai dikukuhkannya Bank Tabungan Pos RI ini sebagai satu-satunya lembaga tabungan di Indonesia, pada tahun 1950 kemudian pemerintah mengganti namanya dengan nama BANK TABUNGAN POS.
BTN DI PERALIHAN JAMAN

Dengan berakhirnya masa pendudukan Jepang di Indonesia dan persiapan Indonesia menuju kemerdekaan dalam arti yang seluas-luasnya, maka sejarah telah mencatat perubahan kondisi itu sebagai masa peralihan jaman. Disebut demikian karena adanya perubahan dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan.

Bank Tabungan Negara dalam perjalanannya juga telah mencatat bahwa awal mula kehadirannya di Indonesia juga melalui masa peralihan tersebut. Salah satu kegiatan yang menunjukkan adanya semangat perjuangan dalam menentukan sikap pada masa peralihan ini adalah dengan kembali dibukanya Kantor Tabungan Pos yang saat itu sempat dibekukan. Pemerintah berani mengambil tindakan untuk membukanya kembali dengan mengubah namanya menjadi Bank Tabungan Pos RI dengan tugas meneruskan fungsi dibentuknya KTP saat itu.

Sebagai bentukan baru pemerintah Indonesia sendiri, Bank Tabungan Pos pada awal kegiatannya termasuk dalam lingkungan Kementerian Perhubungan saat itu. Tetapi kemudian dalam perjalanannya status kegiatannya beralih dibawah koordinasi pengawasan Departemen Keuangan dibawah Menteri Urusan Bank Sentral (sekarang disebut Bank Indonesia).

Dalam masa peralihan inilah tanpa disadari cikal bakal nama sebuah lembaga tabungan dengan nama BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) itu terbentuk. Awal dari keputusan untuk menentukan tanggal lahir dan nama menjadi BTN itu sebenarnya diilhami dari pendirian Bank Tabungan Pos itu sendiri. Para pemrakarsa lahirnya BTN saat itu telah menetapkan satu kebulatan tekad untuk meneruskan perjuangan pendirian BTN. Memang sejarah pendirian BTN tidak terlepas dari Bank Tabungan Pos yang mengilhami kelahirannya.

Bank Tabungan Pos yang saat itu kembali dibuka (sempat dibekukan) berdasarkan UU Darurat No. 50 tahun 1950 tanggal 09 Pebruari 1950, telah mengilhami para pendiri BTN untuk menjadikan tanggal tersebut sebagai tanggal lahir BTN. Latar belakang dipilihnya tanggal tersebut sebagai tanggal lahir BTN tidak lain karena terdapatnya jiwa dan semangat kebernaian dalam menentukan sikap pada kondisi yang tidak menentu pada saat itu. Karena pada tanggal tersebut diyakini memiliki semangat patriotisme, maka resmilah tanggal tersebut diangkat sebagai tanggal lahir BTN yang sekaligus mengganti nama Bank Tabungan Pos RI pada saat itu.

Dalam perjalanannya memang sempat terjadi perbedaan pendapat dalam mengambil keputusan tentang tanggal lahir BTN tersebut. Ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa dasar pendirian BTN didasarkan pada UU No. 20 tahun 1968, yang sebelumnya didahului dengan lahirnya UU Pokok Perbankan No. 14 tahun 1967. Tetapi ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa pendirian BTN itu didasarkan pada UU Darurat No. 50 tahun 1950 yang diundangkan pada tanggal 9 Pebruari 1950. Latar belakang ketetapan ini adalah sebelum diberlakukannya UU No. 20 tahun 1968 tersebut, telah diambil sikap untuk kembali membuka operasional Bank Tabungan Pos RI melalui UU Darurat No. 50 tersebut. Jadi sudah ada yang melandasi lahirnya BTN tersebut sebelum UU No. 20 tahun 1968 diberlakukan. Akhirnya setelah sempat menjalani tanggal lahir BTN pada tanggal 20 Desember setiap tahunnya, maka melalui ketetapan Direksi No. 05/DIR/BIDIR/0993 tanggal 27 September 1993 kembali ditetapkan bahwa tanggal lahir BTN adalah tanggal 9 Pebruari 1950. Mulai saat itu BTN diperingati setiap tanggal 9 Pebruari karena memang dia lahir pada tanggal tersebut.

BTN pada awal pendiriannya mempunyai tugas yang tidak jauh berbeda dengan tugas dan fungsi yang diemban KTP ataupun Bank Tabungan Pos RI saat itu. BTN pada awalnya mempunyai tugas pokok untuk ikut serta dengan pemerintah pada saat itu untuk memperbaiki perekonomian rakyat dalam rangka pembangunan ekonomi nasional dengan jalan menghimpun dana-dana dari masyarakat, terutama dalam bentuk TABUNGAN. Seperti Bank Tabungan Pos yang berfungsi untuk meneruskan tugas KTP untuk mengajak masyarakat Indonesia gemar menabuung, maka demikianlah dengan tugas BTN dalam awal pendiriannya.

DARI SEBUAH UNIT KE INDUK YANG BERDIRI SENDIRI

Menjelang jatuhnya ORDE LAMA atau akan dimulainya sebuah tatanan baru kedalam sebuah ORDE BARU (tahun 1964), pemerintah Indonesia pada saat itu sempat melakukan tindakan untuk menyatukan seluruh bank-bank pemerintah yang ada pada saat itu menjadi sebuah Bank Tunggal dengan nama masa itu BANK NEGARA INDONESIA.

Tindak lanjut kemudian dari kebijakan pemerintah tersebut adalah dengan masa peralihan sebelum diintegrasikan pada bank-bank pemerintah yang ada (kecuali Bank Dagang Negara), maka masing-masing bank tersebut sempat dijadikan sebuah unit dari Bank Tunggal tersebut. Selanjutnya dalam perjalanannya BTN merupakan sebuah unit dari Bank Negara Indonesia, dimana saat itu BTN masuk kedalam Unit V.

Karena sebagai sebuah unit dari Bank Negara Indonesia, maka pada saat itu BTN sempat kehilangan kekuasaan dan wewenang. Hal ini patut dimaklumi karena BTN langsung ditempatkan dibawah kekuasaan urusan Bank Sentral masa itu, sementara BTN hanya dipimpin oleh seorang Direktur Koordinator yang notabene sangat sulit dalam pengembangannya.

Kebijakan pemerintah untuk menyatukan bank-bank pemerintah tadi kedalam sebuah Bank Tunggal yang akan diberi nama Bank Negara Indonesia tadi ternyata tidak berlangsung lama. Hal ini karena kekuasaan pada ORDE LAMA hanya berumur pendek. Dan dengan beralihnya kekuasaan kepada ORDE BARU, maka prakarsa pembentukan Bank Tunggal tersebut dikembalikan sebagaimana sebelumnya dan diatur kembali secara lebih sehat. Maka dengan tumbangnya ORDE LAMA ke masa kejayaan ORDE BARU tersebut telah membawa posisi BTN dari sebuah unit menjadi induk yang berdiri sendiri.
BTN SEBAGAI BANK BUMN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 tahun 1963 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 62 tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963, maka resmi sudah nama Bank Tabungan Pos diganti namanya menjadi BANK TABUNGAN NEGARA. Setahun kemudian dengan Undang-Undang No. 2 tahun 1964 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 51 ditetapkan Undang-Undang tentang Bank Tabungan Negara yang mencabut Undang-Undang No. 36 tahun 1953 yang diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 4 tahun 1963.

Dengan alasan program ekonomi, maka Bank Tabungan Negara diintegrasikan kedalam Bank Indonesia berdasarkan Ketetapan Presiden No. 11 tahun 1965 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 57 yang berlaku sejak tanggal 21 Juni 1965. Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 tahun 1965, seluruh Bank Umum Milik Negara termasuk Bank Tabungan Negara, beralih statusnya menjadi Bank Tunggal Milik Negara, yang pada akhirnya berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 1968 yang sebelumnya diprakarsai dengan Undang-Undang Darurat No. 50 tahun 1950 tanggal 9 Pebruari 1950 resmi sudah status Bank Tabungan Negara sebagai salah satu bank milik negara dengan tugas utama saat itu untuk memperbaiki perekonomian rakyat melalui penghimpunan dana masyarakat terutama dalam bentuk TABUNGAN. Pada awal berdirinya Bank Tabungan Negara memiliki modal disetor yang sekaligus sebagai modal dasar pendirian BTN, yaitu sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Kemudian sejarah BTN mulai diukir kembali dengan ditunjuknya oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Januari 1974 melalui Surat Menteri Keuangan RI No. B-49/MK/I/1974 sebagai wadah pembiayaan proyek perumahan untuk rakyat. Sejalan dengan tugas tersebut, maka mulai 1976 mulailah realisasi KPR (Kredit Pemilikan Rumah) pertama kalinya oleh BTN di negeri ini. Waktu demi waktu akhirnya terus mengantar BTN sebagai satu-satunya bank yang mempunyai konsentrasi penuh dalam pengembangan bisnis perumahan di Indonesia melalui dukungan KPR-BTN. Dan berkat KPR pulalah BTN terus dihantarkan pada kesuksesannya sebagai bank yang terpercaya, handal dan sehat.

Penunjukan BTN sebagai wadah pembiayaan rumah rakyat pada tahun 1974 oleh pemerintah sudah pasti bukan tanpa alasan. Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pembangunan perumahan untuk masyarakat menengah kebawah itulah maka menghantarkan BTN saat itu sebagai lembaga keuangan dengan fungsi menyiapkan pendanaan pembiayaan pembangunan perumahan tersebut melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Pada tahun 1976 telah ditandai dengan sejarah realisasi KPR pertamakalinya di Indonesia. Realisasi KPR pertama tersebut adalah di kota Semarang dengan 9 unit rumah. Kemudian pada tahun yang sama menyusul di kota Surabaya dengan 8 unit rumah sehingga total KPR yang berhasil direalisasikan BTN pada tahun 1976 adalah sejumlah 17 unit rumah dengan nilai kredit pada saat itu sebesar Rp. 37 Juta.

Realisasi KPR di Semarang dan Surabaya pada tahun 1976 tersebut kemudian diikuti realisasi KPR di kota-kota lain. Sukses realisasi KPR tahun 1976 inilah akhirnya membawa kesuksesan BTN dalam merealisasikan KPR pada tahun-tahun berikutnya.

BTN SAAT INI

Sukses KPR dengan realisasi pertama di Semarang pada tahun 1976 tersebut telah membawa keyakinan manajemen BTN untuk menjadikan bisnis perumahan tersebut sebagai bisnis utama BTN. Hal ini tampak jelas pada misi BTN yaitu melakukan tugas dan usaha di bidang perbankan dalam arti yang seluas-luasnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi kearah kesejahteraan rakyat banyak dengan mengkhususkan diri melaksanakan kegiatannya dalam bidang pembiayaan proyek pembangunan perumahan rakyat.

Akhirnya sejarah mencatat dengan sukses BTN dalam bisnis perumahan melalui fasilitas KPR tersebut telah membawa status BTN ini menjadi PT. Bank Tabungan Negara (Persero) pada tahun 1992. Status persero ini memungkinkan BTN bergerak lebih luas lagi dengan fungsinya sebagai bank umum. Dan memang untuk mendukung bisnis KPR tersebut, BTN mulai mengembangkan produk-produk layanan perbankan sebagaimana layaknya bank umum. BTN juga memiliki produk Tabungan, Giro, Deposito, ataupun layanan perbankan lainnya yang dimiliki oleh bank lain.

Sukses BTN dalam bisnis KPR juga telah meningkatkan status BTN sebagai bank umum menjadi Bank Devisa pada tahun 1994. Layanan bank dalam bentuk penerbitan Letter of Credit (L/C), pembiayaan usaha dalam bentuk dollar, dll bisa diberikan BTN dengan status tersebut. Dengan status baru ini tidak membuat BTN lupa akan fungsi utamanya sebagai penyedia KPR untuk masyarakat menengah kebawah. Diakui memang bisnis perbankan yang semakin berkembang menuntut BTN untuk terjun sebagai pemenuhan dari statusnya sebagai bank umum dan bank devisa. Krisis ekonomi yang meluluh lantakkan sendi-sendi perekonomian Indonesia membuat keyakinan BTN untuk memutar kembali bisnis utamanya di bidang perumahan.

Tahun 1997 manajemen BTN menetapkan kebijakan strategisnya untuk mengembalikan BTN pada bisnis intinya, yaitu bisnis pembiayaan perumahan. Keputusan ini pada akhirnya banyak membantu BTN dalam proses rekapitalisasi atau penambahan modal oleh pemerintah bagi bank yang menderita sakit karena pengaruh krisis ekonomi. Dengan rekapitalisasi tersebut, manajemen BTN telah menetapkan paradigma baru untuk mendukung MISI Bank BTN baru yaitu menjadi bank yang terkemuka dan menguntungkan dalam pembiayaan perumahan dengan VISInya yang baru yaitu :

Ø Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri ikutannya kepada lapisan masyarakat menengah kebawah, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya.

Ø Menyiapkan dan mengembangkan SDM yang berkualitas dan profesional serta memiliki integritas yang tinggi.

Ø Memenuhi komitmen kepada pemegang saham, yaitu menghasilkan laba dan pendapatan per saham yang tinggi serta ikut mendukung program pembangunan perumahan nasional.

Ø Menyelenggarakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan good corporate governance.

Ø Mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.

0 komentar: